22 Mei 2013 lalu, Pusat Studi Kebudayaan UGM bekerjasama dengan Yayasan Janur menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tajuk “Pemuda dan Kebangkitan Kebudayaan Nasional”. Seminar yang dihadiri oleh Rektor UGM, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc. tersebut mendapuk Prof. Kacung Marijan Ph.D, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud sebagai Keynote Speaker. Dalam pidatonya, beliau menegaskan bahwa sudah saatnya kebudayaan menjadi tumpuan bagi pembangunan di Indonesia. Pada tahun 2030 Indonesia diramalkan akan menjadi Negara nomer 7 di dunia dalam perkembangan ekonomi. Akan tetapi perkembangan yang demikian juga harus disertai dengan penguatan akar-akar kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan harus mengakar kuat dalam diri bangsa Indonesia, “dengan akar yang kokoh kita dapat menjulang tinggi”, tuturnya.
Seminar tersebut terbagi dalam dua sesi. Pertama, menghadirkan Drs. Harry Waluyo, M.Hum. Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Media, Desain dan IPTEK, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, D. Zawawi Imron Penyair dan budayawan, serta Dr. Aprinus Salam, M.Hum, selaku Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM. Sesi ini mengetengahkan Diskusi Budaya di mana potensi budaya, apapun bentuknya dapat dikembangkan menjadi industry kreatif yang dapat dijadikan basis ekonomi bagi para perajinnya. Hal tersebut bukanlah menjadi hal yang mustahil apabila dikelola dengan baik, tutur Pak Dirjen.
Semangat yang berapi-api dari D. Zawawi Imron memecah keheningan dalam Seminar ini. Sontak ruangan meriuh dengan tepuk tangan tatkala beliau mengecam para koruptor dengan kalimat “Dubur ayam yang mengeluarkan telur jauh lebih mulia daripada mulut para intelektual yang mengucap telur”. Selain itu, beliau banyak menceritakan tentang pengalamannya dalam mendalami kebudayaan, tidak hanya budaya yang telah mengkristal dalam dirinya saja, namun beliau juga membuka diri untuk mempelajari kebudayaan dari berbagai daerah lain, seperti Bugis, Sunda, Ambon. Dengan fasih beliau menuturkan kalimat-kalimat yang bernilai luhur dari daerah tersebut. Yang lebih penting, beliau mengajak para generasi muda untuk lebih bangga dan mencintai kebudayaan yang ada dalam dirinya.
Dalam sesi yang sama, Kepala Pusat Studi Kebudayaan mengemukakan tentang persenyawaan yang hendaknya tumbuh di dalam setiap insan yang ada di Jogja. Yogyakarta sebagai Indonesia kecil merupakan ruang tepat menjadi persemaian kebudayaan nasional. Asrama mahasiswa dari berbagai daerah yang ada di Jogja dapat dialihfungsikan sebagai ruang pamer dari kebudayaan masing-masing, sedangkan untuk kehidupan sehari-harinya mereka bisa membaur bersama masyarakat. Dengan demikian, diharapkan persenyawaan di antara berbagai komunitas ini muncul. Selain itu juga dibutuhkan fasilitas ruang publik yang memadai sebagai ladang persenyawaan.
Sesi kedua diisi oleh pemutaran film dan Bedah Buku “Spirit of Iron”. Pembicara dalam sesi ini adalah Drs. Hari Untoro Drajat, M.Hum. Staf Ahli Menteri Bidang Perlindungan Keanekaragaman Karya Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI; Unggul Sudrajat, SS., penulis buku Spirit of Iron dan Fathurokhman, ketua IPKI Megaremeng Sumenep.
Kegiatan ini diakhiri dengan pembacaan Deklarasi “Generasi Muda Cinta Budaya Indonesia” yang antara lain berisi kesiapsiagaan generasi muda dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan nasional serta menolak tegas segala bentuk pengingkaran identitas bangsa maupun kriminalisasi kebudayaan nasional.