MENDORONG TERWUJUDNYA KEBIJAKAN PERLINDUNGAN,
PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN BAGI KEBUDAYAAN RAKYAT
~ KONGRES KEBUDAYAAN RAKYAT YOGYAKARTA ~
Bantul, 31 Agustus 2013
Kota seni budaya, demikian Yogyakarta dikenal oleh masyarakat luas. Dengan potensi kebudayaan yang dimiliki, Yogyakarta mampu menumbuhkan ruang-ruang pendukung bagi lahirnya pegiat seni budaya. Jika kita menilik lebih dalam, ruang seni budaya yang hadir di Yogyakarta merupakan paduan antara seni adiluhung, diwakili oleh Kraton dan Puro Pakualaman, dan kesenian rakyat yang dimiliki oleh ‘masyarakat kebanyakan’. Dua kontestasi seni budaya yang mendominasi hampir seluruh ruang seni budaya di Yogyakarta.
Namun diantara dua kontestasi tersebut, budaya adiluhung dalam realitasnya menjadi budaya paling dominan. Dalam segi apresiasi dan kebijakan, budaya adiluhung mendapatkan porsi paling besar. Sementara budaya rakyat, yang dimiliki oleh masyarakat kebanyakan justru tersingkir dan tidak mendapat perhatian yang memadai. Problem ini semakin mengemuka sejakperdebatan keistimewaan Yogyakarta digulirkan. Dengan menitikberatkan pada bagaimana kebudayaan dan keseniantumbuh di Yogyakarta menjadi garda depan Yogyakarta, kebudayaan rakyat justru hadir sebagai ironi. Tersingkir, tidak diperhatikan dan dianggap sebagai seni budaya yang ala kadarnya.
Mengacu pada persoalan di atas, gagasan tentang kebijakan yang mengatur tentang kebudayaan rakyat tersebut mulaidiwacanakan. Kebudayaan rakyat yang selama ini ‘dilakoni’ telah berjalan dan akan terus berjalan sebagaimana yang sudah. Hanya saja pembacaan ulang terhadap kebudayaan rakyat belum pernah dilakukan terutama dalam kaitannya mengagas keistimewaan Yogyakarta yang lebih inklusif. Sehingga menjadi penting untuk membincangkan tentang perlunya dibuat kebijakan perlindungan, pelestarian dan pengembangan kebudayaan rakyat. Kebijakan proteksi kebudayaan rakyat ini merupakan inisiatif yang ingin didorongkan kepada pemerintah provinsi DIY maupun kabupaten juga DPRD di Yogyakarta.
Inisiatif ini dicoba digulirkan melalui Kongres Kebudayaan Rakyat yang diselenggarakan oleh Masyarakat Adat dan Tradisi Mataram bekerjasama dengan Pusat Studi Kebudayaan UGM. Kongres ini merupakan langkah awal bagi terwujudnya kebijakan perlindungan dan pelestarian kebudayaan rakyat. Melalui kongres yang menghasilkan masukan bagi rencana kebijakan kebudayaan rakyat ini, diharapkan kebudayaan rakyat mendapatkan ruang apresiasi dan mendapat pemaknaannya baru dan berkesinambungan. Dengan diadakannya Kongres Kebudayaan Rakyat tahun 2013 ini, diharapkan inisiatif para pegiat seni budaya yang selama ini berdialektika dengan kebudayaan rakyat dapat muncul untuk memperkaya keistimewaan Yogyakarta. Kongres ini dianggap relevan diselenggarakan karena sampai hari ini aturan keistimewaan Yogyakarta belum memberikan ruang yang cukup bagi kebudayaan rakyat.
Selain Kongres Kebudayaan Rakyat di hari berikutnya akan digelar Kirab Seni Rakyat yang akan berakhir dimulai dari Gedung Pemuda, Ambar Binangun, Bantul.
Adapun rangkaian acara ini akan diselenggarakan pada :
Sabtu, 31 Agustus 2013
pk.08.30 – 12.00 WIB
Balai Desa Tirtonirmolo, Kasihan Bantul
Seminar “Problematika Kebudayaan Rakyat di Yogyakarta”
Narasumber
1. GPBH Yudhaningrat (Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Yogyakarta)
2. Dr. Aprinus Salam, M.Hum (Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM)
Minggu, 1 September 2013
pk.11.00 – 16.00 WIB
Kompleks Gedung Pemuda, Ambar Binangun, Bantul
1. Kirab Utusan Kelompok dan Pegiat Seni Budaya Bantul, SKPD, Kirab Bregodo
2. Orasi Budaya